RSS
Tampilkan postingan dengan label bookstore. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bookstore. Tampilkan semua postingan

When He Met Her...

Suara bel tanda jam sekolah berakhir sudah berbunyi sekitar tiga puluh menit yang lalu. Walaupun begitu, Locksley Academy masih saja dipenuhi oleh para murid yang masih berada di sana. Kebanyakan dari mereka sedang disibukkan oleh kegiatan ekstra kurikuler. Akan tetapi, ada juga yang masih harus berada di ruang detensi dan menerima hukuman.

Namun sepertinya tidak semua murid akan bertahan di sana hingga waktu yang ditentukan. Karena dari pintu belakang terlihat salah satu murid keluar perlahan-lahan dari ruang detensi. Murid tersebut adalah Kintaro.

Setelah merasa bosan mendengar segala pertanyaan yang diajukan gurunya, Kintaro memutuskan untuk melarikan dari ruang penyiksaan tersebut. Lagipula, rasanya tidak adil bila sang guru menghukumnya di sana, hanya karena dia merasa mengantuk dan memutuskan untuk tidur di kelas sastra Inggris.

Rasa kantuk, bagaimanapun juga, merupakan sifat alami manusia. Sementara tidur adalah hak manusia yang sudah seharusnya diberikan, begitu pikirnya. Walaupun di sisi lain, sudah tidak seharusnya baginya untuk terus terbangun semalaman di malam sebelumnya. Sehingga membuatnya sangat mengantuk hari ini.

Apapun itu alasannya, Kintaro memang sudah tidak betah berlama-lama di ruangan itu. Oleh karena itu, ketika dia melihat sebuah kesempatan, dia pun memutuskan untuk mengendap-endap keluar kelas melalui pintu belakang ruangan. Merupakan sebuah keuntungan juga baginya untuk duduk di meja deretan belakang, yang berada dekat dengan pintu belakang.
           
Sekeluarnya dia dari ruang detensi, Kintaro mulai memikirkan kemana dia harus pergi. Dia tidak ingin langsung pulang ke rumah, dan membuatnya tertangkap basah telah menghindari jamnya di ruang detensi. Dia mulai melangkah, melihat ke kanan dan kirinya, tetap berusaha untuk tidak terlihat oleh guru-guru yang lain.

Di pikirannya terlintas beberapa tempat yang mungkin bisa dia hampiri saat ini. Namun, dia membutuhkan sebuah tempat yang tidak begitu jauh dan, tentu saja, kosong di jam-jam seperti ini.

‘Kingsley Hall!’ sebuah ide terbesit di benaknya. Kemudian dia pun memutuskan untuk pergi ke sana.

Kintaro tidak salah. Area di sekitar Kingsley Hall saat ini memang terlihat sepi. Bukan berarti aula berukuran sebuah stadium kecil ini tidak populer di sekolah, hanya saja tidak banyak aktifitas yang dilakukan di tempat ini. Selain, acara sekolah, permainan drama dan tentu saja orkestra sekolah.

Perlahan-lahan Kintaro membuka pintu belakang Kingsley Hall, yang entah kenapa tidak terkunci. Sekilas terbesit di otaknya, Earl, pengurus aula yang sudah tua dan pikun, lupa mengunci pintu tersebut. Namun pemikiran itu langsung ditepis buru-buru olehnya, begitu dia mendengar alunan permainan piano dari dalam.

Kintaro memutuskan untuk mendengarkan sesaat permainan tersebut, sementara otaknya memikirkan siapa gerangan yang sedang bermain saat ini. Seingatnya, klub drama saat ini tidak ada kegiatan apa-apa di Kingsley Hall. Hal yang sama juga, bagi orkestra sekolah. Hari ini mereka tidak memiliki kegiatan apa-apa di tempat ini.

‘Jadi, siapa yang memainkan grand piano saat ini?’ pikirnya.

Perlahan-lahan dia mendekati panggung, dan melirik dari balik tirai panggung. Sekilas dia melihat sosok gemulai yang sedang duduk di piano. Rasa penasaran mulai mengganggunya, ingin mengetahui lebih dekat sosok pianis yang sedang bermain saat ini. Tetapi Kintaro buru-buru menepis rasa ingin tahunya dan memutuskan untuk keluar dari Kingsley Hall. Dia baru saja lari dari ruang detensi, dan rasanya tidak baik bila dirinya ditemukan berada di sini oleh orang lain.

Namun ketika dia mulai berbalik badan, dia menyadari permainan piano lembut nan ceria tadi tiba-tiba berubah menjadi sendu dan kelam. Seakan-akan sebuah beban berat tersangkut pada setiap nada yang dimainkan. Tak lama, permainan piano tersebut berhenti begitu saja.

Kintaro terdiam sejenak dan kemudian melirik melalui bahunya. Sekilas dia melihat sosok pianis tersebut hanya menunduk. Tak lama terdengar isak tangis pelan dari panggung. Kintaro membalikan badannya sedikit, untuk melihat jelas sosok pianis tersebut. Dari belakang dia tidak terlihat seperti salah seorang guru, melainkan seperti salah satu murid.

Untuk sesaat Kintaro terdiam di posisinya, berpikir apa yang harus dia lakukan. Di satu sisi, dia tidak mengenal gadis ini sama sekali dan bukanlah gayanya untuk ikut campur urusan orang lain. Namun di sisi lain, dia merasa tidak enak meninggalkan seorang gadis sendirian.

Pada akhirnya Kintaro pun memutuskan untuk membiarkan gadis itu. Di benaknya, dia berpikir kadang kala lebih baik meninggalkan seseorang ketika sedang bersedih. ‘Terkadang itulah yang mereka inginkan,’ tambahnya sambil melangkah pergi.

Kintaro berjalan perlahan melewati piano tua yang hampir tidak pernah digunakan lagi. Dengan sedikit rasa penasaran, dia pun membuka tutup tuts piano dan menekan salah satunya. Terdengar suara nada sumbang dari piano. Dia teringat Earl pernah mengatakan dia selalu lupa untuk menyetel ulang senar-senar piano tersebut. Kintaro hanya menggelengkan kepala dan menghela nafas. Dia sudah menduganya.

Tiba-tiba telinga Kintaro menangkap permainan piano lagi dari panggung. Kali ini sebuah musik yang tidak asing baginya.

“Piano concerto nomor 2 dari Rachmaninoff…,” gumamnya pelan.

Kintaro terdiam. Mendengarkan permainan itu membawanya kembali ke kenangan lama. Dia ingat dia pernah memainkan lagu ini bersama seseorang yang dia kasihi. Seseorang yang pernah diinginkan untuk menghabisi waktu bersama. Seseorang yang mewarnai kehidupannya, juga yang membawa awan hitam yang menaungi hatinya. Semua kenangan lama ini membuatnya lupa akan apa yang dia ingin lakukan, melainkan membuatnya duduk di depan piano dan bersiap memainkannya.

‘Aku akan menemanimu,’ katanya dalam hati.

Kintaro pun menutup matanya dan mulai memainkan jari-jarinya di atas piano tua tersebut. Bagaikan sebuah sihir, suara piano yang sumbang tadi berubah menjadi merdu. Sementara jari-jari Kintaro yang terlatih terlihat menari-nari di atas tuts-tuts piano, menemani permainan grand piano di panggung. Mereka saling mengisi satu sama lain, seakan-akan permainan ini merupakan permainan duet.

‘Suaraku adalah suaramu dan suaramu adalah suaraku, berpadu menjadi satu. Kita menari bersama…tanpa terbendung waktu. Ku akan menemanimu…di sini, hari ini, saat ini…dan akhirnya terima kasih untuk permainan ini…siapa pun kamu…,’ benak Kintaro berkata-kata bersamaan dengan melodi yang dia mainkan. Sampai akhirnya mereka berdua pun menutup permainan duet mereka dengan indah.

Seusai permainan, Kintaro membuka matanya pelan-pelan. Seakan-akan dia dibawa ke alam mimpi, dan baru saja kembali ke dunia nyata. Tidak hanya itu saja, dia juga merasa awan hitam yang menaungi hatinya, sudah terbawa pergi oleh alunan permainan tadi. Permainan musik tadi menyentuh hatinya sama persis ketika dia memainkannya di masa lalu.

Kemudian Kintaro melihat ke jam tangannya. Detensi seharusnya sudah selesai sepuluh menit yang lalu, jadi keadaan sudah aman baginya untuk keluar dari tempat itu. Dia berdiri dari kursi piano dan mengambil tas yang dia taruh di bawah kursi sebelumnya. Tidak ada keinginannya untuk berbalik, menemui si pianis. Melainkan dia memutuskan untuk melangkah menuju pintu keluar. Rasanya dia ingin segera pulang dan beristirahat.

‘Semua kenangan lama ini membuatku lelah…,’ tuturnya dalam hati.
               
Dia pun kemudian membuka pintu belakang gedung. Namun sebelum dia melangkah keluar, Kintaro menengok ke belakang dan tersenyum.‘Semoga lain kali, kita bisa bermain lagi…pianis….’ Kemudian dia pun melangkah keluar.

-------------------------------------------------------------------------------


Setelah lamaaaa banget ga menulis, akhirnya menulis juga. Puas rasanya. Untuk cerpen kali ini, sebenarnya idenya sudah lama ada, dan aku sudah pernah mencoba menulisnya. Tapi pada saat itu, cerita berbeda dengan yang ini. Aku memutuskan untuk membuat dua buah cerita; pertama dari sisi yang cewek dan kedua dari sisi yang cowok. Tapi akhirnya yang selesai, cerita yang cowok duluan. 


Rencananya sih aku akan membuat serial dari cerita ini, tapi kita lihat saja nanti. Untuk kali ini, selamat menikmati cerita ini~

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

CerPen: Cermin


Cermin…hanya sebuah cermin. Namun bagi Gina benda itu sangat menakutkan. Berkali-kali dia mengatakan bagaimana cermin membuatnya ketakutan. Berkali-kali juga dia merengek orangtuanya untuk memindahkan cermin tersebut dari kamarnya. Beragam alasan pun diberikan olehnya, mulai dari bagaimana dia tidak menyukai aura dari cermin tersebut, bagaimana dia merasa seperti diawasi hingga rasa seakan-akan seseorang ingin menariknya ke dalam cermin. Namun tidak seorang pun menggubris cerita-ceritanya. Baik orangtua maupun kakaknya hanya menepis cerita Gina sebagai khayalan seorang penghayal nan penakut, seorang anak kecil belaka.

Suatu malam, ibu Gina memasang sebuah kain sebagai tabir penghalang permukaan cermin, dengan maksud mengurangi rasa takut putrinya. Akan tetapi tabir ini justru membuat Gina semakin resah. Berkali-kali dia menengok ke arah cermin, dengan rasa takut menguasainya. Untuk satu saat, dia berusaha melawan rasa takut tersebut dengan tidak menoleh ke cermin, dan hanya berkonsentrasi dengan buku yang dibacanya. Di saat itu pula, sepasang tangan berwarna hitam tiba-tiba saja keluar dari balik tabir. Tangan itu terus memanjang, mendekati Gina. Hingga akhirnya salah satu tangan itu membekap mulut Gina, sementara tangan lain menariknya ke dalam cermin. Tidak ada teriakan, tidak ada kekerasan, hanya keheningan yang menggantikan kehadiran si penghayal nan penakut. Cermin…hanya sebuah cermin. Namun Gina sudah tidak perlu takut lagi akannya.

----------------------------------------------------------------------------

Setelah sekian lama tidak menulis cerita, akhirnya menulis juga! Walaupun dengan cerita seram (kenapa? aku, si penakut ini, juga tidak tahu).... Tapi, bagaimana ceritanya? kurang seramkah? jujur sebenarnya cerita ini awalnya untuk ikut kompetisi cerita pendek. Sayangnya rencana itu terpaksa dibatalkan. Ada dua alasan sebenarnya, pertama karena cerita yang dikompetisikan harus memiliki 100 kata; cerita ini memiliki lebih dari 100 kata. Kedua, karena ketika cerita ini usai dibuat, kompetisi tersebut sudah ditutup.

Akhirnya kuputuskan untuk mengembangkan cerita ini sedikit dan mempublisnya di sini. :) Selamat membaca~

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hawaiian Couple

But back on track. If you ask me what my type of guy would be?

I would like to have someone that isn't afraid to speak his opinion about things, has a own will, funny, charming. You know the standard things we search for. But most of important what I want is that he can make me feel special. I want to find someone that calls me beautiful instead of hot, who calls you back when you hang up on him, who will lie under the stars and listens to your heartbeat. Or will stay awake just to watch you sleep. I want to wait for the boy who kisses my forehead, who wants to show me off to the world even when I'm in my sweats. Who holds your hand in front of his friends, who thinks you're just as pretty without makeup on. One who is constantly reminding you of how much he cares and how lucky he is to have you. The one who turns to his friends and says “that's her”.

I know it might be to much to ask for. But I really believe that someone like that is out there for every single one of me. I don't say that it has to be exactly like that, but you know what I mean - Taken from someone's LJ

I paused, while my eyes were still in puzzlement on the writing that I read at my PC screen. I couldn't believe my eyes, for what I read in there.

Someone actually wrote something that actually happen to me. Not only that someone wrote it down, but also hoped that those things could happen to her as well. It just reminded me of the old saying, "Someone's dream is someone else's reality." And I'm living on that dream now, not as a dream but as a reality.

But...honestly...even until now, I still couldn't believe that actually happened to me. STill it remain in my head, my conversation with him the other day. Eventhough we're in relationship for 8 months, I still keep questioning every cheesy words that he said to me.

"You're the most wonderful, gorgeous, beautiful and yet interesting girl in the world m'dear. You're the light of my life, the sunshine for my soul. I always count my blessing for every day I spent with you. It does feel like God put an angel on earth just for me. You really make me the luckiest and happiest guy in the world."

Yes, that's what he said to me. A chain of cheesy words can just flow out from his mouth, so easily. A collection of words that sounds like a sweet tune of melodic piano. A line that I could only read in novels or even my own romance stories. The words that I've been dreaming about. So of course I found it hard to digest them all.

I sighed. Come to think of it...that's not the only thing that I kept on asking to him. I also questioned some other stuff. What made he choose me, what made he said that I'm beautiful, what made he think that he's so lucky to have me, what I did to make him happy, why he thinks I'm an angel, and top of all, why he loves me.

But everytime I asked him that...he always replied with a smile on his face, "Is it so wrong for me to love you?"

Of course not. There's nothing wrong...it's just...all of these feel like a dream to me. I'm the girl who always face the unluckiness in relationship. I'm the girl who has lots of trouble in being attractive to other guys. I'm the girl who have a heart that has been broken so many times.

But suddenly, I got a totally remarkable and wonderful blessing. So It did feel like a dream, when he actually chose me rather than another girl. Until now it does feel like a dream.

I sighed again, while laying back on my chair. Without I noticed it, my eyes became teary eyed. I'm the stupid one here. I shouldn't ask all those questions. Love is love. It can be found in the strangest place. It can appear in the least time we expect. And it can grow along with time, without we even realise it.

I sunk into my chair, when suddenly my cellphone rang. A text icon was appeared on the screen. Then I reached my cellphone, that was laying on my desk. I opened the inbox and started reading the text. It was from him.

"Hey there gorgeous ;P I'm sure ure off being busy n popular, but just wanna let u know i love u n wanna hug ya n spend all my days with u xD u really are the most wonderful and amazing girl in the world m'dear, as long as u can put up with me it'll always feel like god put an angel on earth just for me. Hope ttyl my wondrous angel! ;P xxx"

Without I realised it, a smile just carved on my face. That's him alright. Someone who can really steal my heart, and leave a smile on my face. I could feel my heart was beating fast. A warm feeling slowly embracing myself, made me having butterflies...but also it made me feel so comfortable. Do I still need to question everything? Do I still have to doubt his true feelings toward me? ...no, I don't think so.

Finally, I just hit the call button from the text that I received from him. It's time for me to except it, it's time for me to face it.

"Hello?"
"Hello, sweety? it's me. I know it's kinda rare for me to call you right? well, there's something I want to tell you actually.... I just wanna say, that I love you...ow so much. I'm sorry for making u have to wait for so long. I know I'm being the stupid one, but I've realised it now. That's why, can you forgive me?"

~ End ~

=================================

Akhirnya aku pun memutuskan untuk ga masukin yang versi bahasa Indonesia. Bukan karena aku ga buat yang bahasa Indonesia, tapi karena percakapannya kebanyakan berbahasa Inggris jadi sekalian aja gitu.
Ceritanya terasa terlalu manis ya? ^^; hahaha...tapi jujur ini sebenarnya diambil dari kisah nyata. Beberapa percakapan di sini jg dari kisah nyata XD. Jadi mohon maaf bagi mereka yang kurang suka cerita ini...XP
Soal judul...sebenarnya judul ini asal ngambil. Lantaran pas lagi ngerjain, lagu yang terngiang2 di kuping ya lagu dengan judul itu. XD Ow well...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Aku Ini Apa?

"Kok bisa sih?" tanya Nana sambil menunjuk pergelangan tanganku bagian kiri, yang saat ini sudah terbalut perban berwarna putih.
"Karena gue ceroboh?" jawabku dengan nada tidak yakin di dalamnya. Lalu kutambahkan senyuman yang berkesan 'becanda' setelah itu.
"Geblek loe ya! Ceroboh kok ampe kayak begitu?!" ujar Tari dengan nada agak marah ke arahku.
"Tau loe! Bikin kita khawatir aja deh," sahut Anti dengan nada khawatir yang terdengar jelas di perkataannya. Aku hanya tetap tersenyum saja mendengarnya, walaupun mereka tetap memarahiku. Aku tahu mereka marah...tetapi justru itulah yang membuatku senang.

Saat ini di dalam kamarku sendiri, walaupun hanya dapat terbaring di tempat tidurku, tetapi rasa hangat terasa di sekitarku. Nana, Tari, Oka, Anti, dan Nila...semuanya adalah teman-teman terbaikku. Mereka menyukaiku, mereka menyayangiku...atau...setidaknya itu yang aku tahu. Sesaat terbersit pemikiran lain di otakku...tetapi buru-buru kutepis pemikiran itu dan menggeleng-gelengkan kepalaku. Tidak...ini surgaku...ini cahayaku...dan mereka adalah malaikat-malaikat penjagaku.

"Eh, ngomong-ngomong...soal itu beneran ya?" tanya Tari tiba2 ke arah Anti, "elo beneran mo cabut? kok ga bilang-bilang gue sih?!"
"Yah gue cuman mo nunggu saat yang tepat aja buat bilang," jawab Anti dengan nada agak takut ke arah Tari.


Tidak...jangan topik ini...


"Tau nih...anak ini kan emang suka bikin kita gregetan,"
sahut Nila sambil mengangkat kedua bahunya. Terdengar nada helaan yang berat keluar dari mulutnya.
"Iya! Suka ada-ada aja. Yang tiba-tiba jatuh lah...ato apalah. Pokoknya ada-ada aja," tambah Nana yang terdengar geregetan juga.

Tidak...kumohon hentikan...


"Yah itulah Anti. Klo ga ada-ada aja, bukan dia,"
kata Oka dengan nada agak meledek. Kemudian mereka berlima pun tertawa bersama.

Tidak...!!! Berhenti membicarakan itu...!


Mereka pun larut ke dalam dunia mereka. Dunia mereka yang membuatku merasa kecil...merasa tidak berarti. Tidak...aku harus bisa masuk ke dalamnya. Perlahan-lahan kubuka mulutku dan memanggil mereka.
"Guys...."
Tetapi...tidak...tidak satupun dari mereka membalas panggilanku. Tidak! Biarkan aku masuk! Jangan tinggalkan aku sendiri di sini! Kemudian kukembangkan senyum palsuku...dan seolah-olah membuat diriku mengerti dengan apa-apa yang mereka ceritakan.
"Hahaha...begitu ya?"
Tawaku terdengar hambar...tetapi aku benar-benar tidak mengerti apa yang mereka bicarakan ataupun tertawakan. Kenapa tiba-tiba saja dunia kita berbeda? Perlahan-lahan aku merasakan rasa dingin yang menusuk mulai menghampiriku. Kegelapan juga mulai menyelimutiku. Tidak...tidak...aku tidak mau! Kenapa kalian tidak menolongku? Jangan tinggalkan aku sendiri di sini! Kalau saja...kalau saja...

Tiba-tiba sebuah suara pistol yang ditembakkan memecah dunia mereka yang berwarna pastel itu. Anti terjatuh, terkapar di lantai kamarku. Dari belakang kepalanya mulai mengalir darah berwarna merah segar. Teriakan pun terdengar dari yang lainnya...kecuali aku. Ya...karena akulah yang menarik pelatuknya. Tangan kananku memegang sebuah pistol, yang baru saja kutembakkan ke arah kepala Anti. Pistol yang selama ini kusimpan di balik bantalku. Pistol yang telah kucuri dari lemari ayahku dan kupersiapkan untuk membawaku pergi dari sini.

Aku dapat mendengar suara tangisan...suara marah dan tidak percaya yang melontarkan pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang telah aku lakukan terhadap Anti.
Semuanya hanya mengenai Anti...semuanya harus mengenai Anti...
"...sebenarnya aku apa kalian?" tanyaku dengan nada dingin.
"Aku ini...apa kalian? Teman kaliankah?"
"Bila iya...kenapa aku tidak merasakannya sama sekali. Kalian selalu ada bersama dia...tetapi...kalian hanya akan berada bersamaku...pada saat aku terluka."
"Apa aku harus terus terluka...hanya untuk mendapat perhatian kalian sebagai seorang teman?"
"Kalian tahu...aku lega dia pergi...bukankah dia akan pergi? Aku senang aku yang membiarkan dia pergi secepatnya."

Aku terdiam, melihat semua pandangan yang mereka berikan kepadaku. Pandangan yang menyiratkan rasa kecewa, benci dan takut terhadapku. Kenapa...kenapa hanya kepadaku kalian seperti ini? Aku ini siapa kalian?
Aku menundukkan kepala dan tersenyum hambar. Kedua pipiku perlahan terasa basah. Mataku sudah tidak dapat membendung lagi air mata yang sudah ada sekian lama.
"Bahkan sampai terakhir pun...aku tetap tidak bisa masuk ke dunia kalian," kataku sambil mengangkat kepalaku perlahan, "bila kita berteman...aku ini apa di dunia kalian? kenapa kalian tidak membiarkan aku masuk, padahal kalian temanku?"
"Sampai saat terakhir...aku tetap tidak bisa masuk ke sana...aku tidak suka...dan aku benci dia yang telah membuatku tidak dapat masuk ke dalamnya."
Perlahan-lahan pistol itu mengarahkan moncongnya ke arah kepalaku.
"Aku tidak sedih dengan kepergiannya..."
Kemudian suaraku tergantikan dengan suara pistol yang berteriak. Samar-samar aku mendengar suara teriakan teman-temanku. Isak tangis mereka terdengar rancu...apakah itu untukku atau untuknya.

"Kita kan temen-temen elo. Pastinya dong kita sayang banget ma elo."

Sebenarnya aku ini apa bagi kalian? Bila kita berteman...kenapa kalian membentuk dunia kalian sendiri...dan membiarkan aku sendiri di sini? Aku ini apa bagi kalian?

~ End ~

===================================================================
Hehehe...akhirnya ada satu cerita ditaro di sini. Walaupun bukan cerita baru...*kaburs*

Tapi gue suka cerita ini. Walaupun waktu bikinnya gue ampe nangis2 (ngebayangin karakter utamanya). SeWeTe dah! XD
Yang lucu sebenarnya, cerita ini muncul ketika gue lagi asyik ngedengerin lagu yang ceria. Sangat2 aneh.

P.S: Sebenarnya gue masih bingung mengkategorikan cerita ini. Genre-nya maksudnya. Jadi klo misalnya kira2 ada yang punya usul, silahken masukannya. :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS