Judul : Hujan dan Teduh
Pengarang : Wulan Dewatra
Penerbit : Gagasmedia
Tebal Buku : 248 halaman
Sinopsis :
Kepadamu, aku menyimpan cemburu dalam harapan yang tertumpuk oleh sesak dipenuhi ragu.Terlalu banyak ruang yang tak bisa aku buka. Dan, kebersamaan cuma memperbanyak ruang tertutup. Mungkin, jalan kita tidak bersimpangan. Ya, jalanmu dan jalanku. Meski diam-diam, aku masih saja menatapmu dengan cinta yang malu-malu.
Aku dan kamu, seperti hujan dan teduh. Pernahkan kau mendengar kisah mereka? Hujan dan teduh ditakdirkan bertemu, tetapi tidak bersama dalam perjalanan. Seperti itulah cinta kita. Seperti menebak langit abu-abu.
Mungkin, jalan kita tidak bersimpangan...
Review :
Ada alasan tersendiri mengapa "Hujan dan Teduh" bisa menang dalam lomba menulis novel roman yang dibuat oleh Gagasmedia. Semuanya dapat dilihat dari cerita yang dibuat oleh si pengarang.Novel ini menceritakan kisah percintaan yang 'tidak biasa' dari seorang gadis (yang tidak) biasa bernama Bintang. Dari segi tema, tema yang diangkat cukup menarik. Berbeda dari novel-novel roman kebanyakan, dan cenderung kontroversial. Tapi, aku salut dengan keberanian dari penulis untuk mengangkat tema ini.
Satu hal yang aku sukai dari novel ini adalah, penuturan cerita yang disajikan oleh penulis. Tutur kata dan kalimat yang terasa halus namun menyentuh hati dan imajinasi. Bahkan saat menggambarkan sebuah tindakan kontroversial yang cenderung tabu, penulis mampu membalutnya secara halus namun imajinatif.
Tidak hanya itu, akhir cerita yang diberikan juga cukup mengejutkan. Tidak terasa seperti sebuah akhir cerita, namun sebuah awal yang baru. Sejujurnya, aku suka dengan akhir cerita yang seperti itu.
Di sisi lain, ada beberapa hal yang menurutku kurang dari novel ini. Walaupun aku suka cara penuturan dan permainan kata dari penulis, tetapi penyampaian alur yang diberikan terkesan agak berantakan.
Penyampaian alur maju-mundur yang digunakan terasa tidak beraturan. Terkadang cerita lebih dikuasai oleh kisah di masa lalu, dibandingkan di masa ini. Mungkin ada baiknya penulis membuat bab tersendiri untuk bagian "past" cerita, dibandingkan dengan dicampur aduk bersamaa dengan bagian "present".
Selain itu, entah disengaja atau tidak, tokoh utama dari cerita terasa sangat datar, cuek, diam dan bahkan terkesan tidak punya jiwa. Bintang sepertinya tidak memiliki emosi sama sekali, dan bila pun ada, rasanya tidak digambarkan dengan jelas sehingga susah sekali untuk bersimpati. Tidak hanya itu, terkadang jabaran sifat karakter utama berbeda dengan apa yang disajikan. Contohnya, Bintang yang disebutkan keras kepala, namun di banyak bagian lebih sering terlihat lebih sering mengalah.
Banyak tokoh yang muncul, namun tidak memberikan kontribusi yang signifikan juga merupakan hal lain yang kurang dari novel ini. Bahkan tokoh Kaila yang seharusnya memegang peranan penting dalam perkembangan karakter Bintang, terasa hanya sebagai figuran.
Namun di luar itu semua, novel ini cukup menarik untuk dinikmati. Dengan gaya penceritaan yang lembut nan sederhana, novel ini membalut sesuatu yang terkesan 'kasar' menjadi sesuatu yang halus.
