RSS

Aku Ini Apa?

"Kok bisa sih?" tanya Nana sambil menunjuk pergelangan tanganku bagian kiri, yang saat ini sudah terbalut perban berwarna putih.
"Karena gue ceroboh?" jawabku dengan nada tidak yakin di dalamnya. Lalu kutambahkan senyuman yang berkesan 'becanda' setelah itu.
"Geblek loe ya! Ceroboh kok ampe kayak begitu?!" ujar Tari dengan nada agak marah ke arahku.
"Tau loe! Bikin kita khawatir aja deh," sahut Anti dengan nada khawatir yang terdengar jelas di perkataannya. Aku hanya tetap tersenyum saja mendengarnya, walaupun mereka tetap memarahiku. Aku tahu mereka marah...tetapi justru itulah yang membuatku senang.

Saat ini di dalam kamarku sendiri, walaupun hanya dapat terbaring di tempat tidurku, tetapi rasa hangat terasa di sekitarku. Nana, Tari, Oka, Anti, dan Nila...semuanya adalah teman-teman terbaikku. Mereka menyukaiku, mereka menyayangiku...atau...setidaknya itu yang aku tahu. Sesaat terbersit pemikiran lain di otakku...tetapi buru-buru kutepis pemikiran itu dan menggeleng-gelengkan kepalaku. Tidak...ini surgaku...ini cahayaku...dan mereka adalah malaikat-malaikat penjagaku.

"Eh, ngomong-ngomong...soal itu beneran ya?" tanya Tari tiba2 ke arah Anti, "elo beneran mo cabut? kok ga bilang-bilang gue sih?!"
"Yah gue cuman mo nunggu saat yang tepat aja buat bilang," jawab Anti dengan nada agak takut ke arah Tari.


Tidak...jangan topik ini...


"Tau nih...anak ini kan emang suka bikin kita gregetan,"
sahut Nila sambil mengangkat kedua bahunya. Terdengar nada helaan yang berat keluar dari mulutnya.
"Iya! Suka ada-ada aja. Yang tiba-tiba jatuh lah...ato apalah. Pokoknya ada-ada aja," tambah Nana yang terdengar geregetan juga.

Tidak...kumohon hentikan...


"Yah itulah Anti. Klo ga ada-ada aja, bukan dia,"
kata Oka dengan nada agak meledek. Kemudian mereka berlima pun tertawa bersama.

Tidak...!!! Berhenti membicarakan itu...!


Mereka pun larut ke dalam dunia mereka. Dunia mereka yang membuatku merasa kecil...merasa tidak berarti. Tidak...aku harus bisa masuk ke dalamnya. Perlahan-lahan kubuka mulutku dan memanggil mereka.
"Guys...."
Tetapi...tidak...tidak satupun dari mereka membalas panggilanku. Tidak! Biarkan aku masuk! Jangan tinggalkan aku sendiri di sini! Kemudian kukembangkan senyum palsuku...dan seolah-olah membuat diriku mengerti dengan apa-apa yang mereka ceritakan.
"Hahaha...begitu ya?"
Tawaku terdengar hambar...tetapi aku benar-benar tidak mengerti apa yang mereka bicarakan ataupun tertawakan. Kenapa tiba-tiba saja dunia kita berbeda? Perlahan-lahan aku merasakan rasa dingin yang menusuk mulai menghampiriku. Kegelapan juga mulai menyelimutiku. Tidak...tidak...aku tidak mau! Kenapa kalian tidak menolongku? Jangan tinggalkan aku sendiri di sini! Kalau saja...kalau saja...

Tiba-tiba sebuah suara pistol yang ditembakkan memecah dunia mereka yang berwarna pastel itu. Anti terjatuh, terkapar di lantai kamarku. Dari belakang kepalanya mulai mengalir darah berwarna merah segar. Teriakan pun terdengar dari yang lainnya...kecuali aku. Ya...karena akulah yang menarik pelatuknya. Tangan kananku memegang sebuah pistol, yang baru saja kutembakkan ke arah kepala Anti. Pistol yang selama ini kusimpan di balik bantalku. Pistol yang telah kucuri dari lemari ayahku dan kupersiapkan untuk membawaku pergi dari sini.

Aku dapat mendengar suara tangisan...suara marah dan tidak percaya yang melontarkan pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang telah aku lakukan terhadap Anti.
Semuanya hanya mengenai Anti...semuanya harus mengenai Anti...
"...sebenarnya aku apa kalian?" tanyaku dengan nada dingin.
"Aku ini...apa kalian? Teman kaliankah?"
"Bila iya...kenapa aku tidak merasakannya sama sekali. Kalian selalu ada bersama dia...tetapi...kalian hanya akan berada bersamaku...pada saat aku terluka."
"Apa aku harus terus terluka...hanya untuk mendapat perhatian kalian sebagai seorang teman?"
"Kalian tahu...aku lega dia pergi...bukankah dia akan pergi? Aku senang aku yang membiarkan dia pergi secepatnya."

Aku terdiam, melihat semua pandangan yang mereka berikan kepadaku. Pandangan yang menyiratkan rasa kecewa, benci dan takut terhadapku. Kenapa...kenapa hanya kepadaku kalian seperti ini? Aku ini siapa kalian?
Aku menundukkan kepala dan tersenyum hambar. Kedua pipiku perlahan terasa basah. Mataku sudah tidak dapat membendung lagi air mata yang sudah ada sekian lama.
"Bahkan sampai terakhir pun...aku tetap tidak bisa masuk ke dunia kalian," kataku sambil mengangkat kepalaku perlahan, "bila kita berteman...aku ini apa di dunia kalian? kenapa kalian tidak membiarkan aku masuk, padahal kalian temanku?"
"Sampai saat terakhir...aku tetap tidak bisa masuk ke sana...aku tidak suka...dan aku benci dia yang telah membuatku tidak dapat masuk ke dalamnya."
Perlahan-lahan pistol itu mengarahkan moncongnya ke arah kepalaku.
"Aku tidak sedih dengan kepergiannya..."
Kemudian suaraku tergantikan dengan suara pistol yang berteriak. Samar-samar aku mendengar suara teriakan teman-temanku. Isak tangis mereka terdengar rancu...apakah itu untukku atau untuknya.

"Kita kan temen-temen elo. Pastinya dong kita sayang banget ma elo."

Sebenarnya aku ini apa bagi kalian? Bila kita berteman...kenapa kalian membentuk dunia kalian sendiri...dan membiarkan aku sendiri di sini? Aku ini apa bagi kalian?

~ End ~

===================================================================
Hehehe...akhirnya ada satu cerita ditaro di sini. Walaupun bukan cerita baru...*kaburs*

Tapi gue suka cerita ini. Walaupun waktu bikinnya gue ampe nangis2 (ngebayangin karakter utamanya). SeWeTe dah! XD
Yang lucu sebenarnya, cerita ini muncul ketika gue lagi asyik ngedengerin lagu yang ceria. Sangat2 aneh.

P.S: Sebenarnya gue masih bingung mengkategorikan cerita ini. Genre-nya maksudnya. Jadi klo misalnya kira2 ada yang punya usul, silahken masukannya. :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar